Inspirasi dan MotivasiParenting dan Keluarga

Jika Santri Tidak Bisa Mengendalikan Emosi, Mungkin Ini Penyebabnya. Ayah harus Baca!

Sering terjadi, setiap kali terjadi sesuatu di pondok yang diakibatkan emosi santri yang tidak terkontrol, maka tidak sedikit yang mempermasalahkan bahkan menyalahkan lingkungan pondok, tekanan aktifitas dan tanggungjawab dipondok yang berat. Benarkah?

Logikanya, jika memang ada yang salah dengan lingkungan pondok, atau padatnya aktifitas dan/atau beban tanggungjawab yang besar yang disandang setiap hari oleh santri seharusnya hampir semua santri akan bermasalah emosinya, tapi ternyata tidak. Hanya kasuistik pada satu, dua atau beberapa santri.

Jika demikian, sebenarnya masalah bukan pada sistem pondoknya. Bisa jadi masalah ada di kita, orangtuanya. Walsantor!

Tindakan dipengaruhi Watak

Tindakan biasanya sangat besar dipengaruhi oleh watak. Menurut Buku Personality Plus karangan Florence Littauer, ada beberapa watak/karakter manusia:

  • Koleris (ingin tampil ke depan, bersifat keras layaknya komandan tempur)
  • Sanguin (periang, hampir tak pernah kelihatan susah namun pelupa dan selalu ingin mendapat perhatian orang lain),
  • Melankolis (serius, sistematis dan selalu memikirkan sebuah tindakan  masak-masak sebelum melakukannya)
  • Plegmatis (pasrah, tidak suka bertengkar dan nurut saja mana yang paling mudah).

Dan anak yang temperamen, pelampiasannya biasanya cenderung kepada kekerasan, biasanya memiliki watak koleris.

Watak ini akan bereaksi dan muncul ketika menghadapi situasi tertentu. Jadi peristiwa lepasnya kendali santri dalam mengelola emosinya lebih kuat disebabkan watak/karakter dibanding situasi.

Lalu, bagaimana watak itu terbentuk?

Watak dan Warisan Didikan di Rumah

Setiap kali penerimaan santri baru, pihak pondok selalu menyampaikan bawah pondok bukan seperti bengkel yang ketika mobil datang dalam keadaan rusak, hancur, bobrok maka ketika keluar dalam keadaan sempurna, mulus, lancar dan sebagainya. Jika mobil/benda rusak, tinggal beli sparepart baru, gantikan, maka masalah selesai. Tapi manusia, dalam hal ini santri tidak bisa demikian.

Setiap anak memiliki “warisan” dari rumah yang membentuk watak. Sedang institusi pondok hanya mengarahkan, meluruskan, memperbaiki, namun tidak serta merta bisa menghilangkan watak tersebut.

Watak bisa terbentuk sejak manusia dilahirkan berupa karakter turunan dan orangtua dan juga terbentuk di lingkungan masa kecil dimana memori yang masih murni menanamkan dan membentuk karakter dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.

Salah satu Penyebab Anak Tidak Bisa Mengontrol Emosi, karena Ayah Jarang Ngobrol dengan Anak

Dalam teori psikologi modern, anak yang sering ngobrol dengan ayahnya akan lebih memiliki pengontrolan emosi yang bagus dibanding ketika anak jarang melakukannya.

Jadi Ayah walsan, sering-seringlah ngobrol dengan anaknya!

Jika sebelumnya penelitian-penelitian tentang peran orang tua dalam membentuk karakter anak hanya mewawancarai ibu sebagai respondennya. Tapi kini penelitian psikologi tentang itu pelan-pelan bergerak maju dan penelitian tumbuh kembang anak mulai melibatkan ayah sebagai responden.

Ronald P. Rohner, Ph.D., Direktor Center for the Study of Parental Acceptance and Rejection menyebutkan, semakin ayah melibatkan diri dalam pengasuhan, maka kemampuan anak untuk mengendalikan emosi serta rasa percaya dirinya akan terbentuk dengan baik.

“Isunya bukan melihat siapa yang lebih berpengaruh dalam pembentukan karakter anak, ayah atau ibu, melainkan bagaimana membuat para ayah semakin berperan aktif dalam mengasuh anak,” papar Rohner, Profesor dari University of Connecticut.

Semakin ayah melibatkan diri dalam pengasuhan, maka kemampuan anak untuk mengendalikan emosi serta rasa percaya dirinya akan terbentuk dengan baik.

Ronald P. Rohner, Ph.D

Sejatinya peran ayah dalam pengasuhan dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan. Bahkan Islam sendiri mengajarkan lebih jauh dari itu.

Namun jika para walsan ayah belum intens melakukannya dan putranya sudah terlebih dahulu merantau untuk menuntut ilmu di Gontor, bukan berarti sudah habis kesempatan berandil dalam pembentukan karakter anak. Sering-seringlah bicara dengan santrinya, saat mudif, saat liburan dan saat santri menelepon.

Hubungan Ayah-Anak

Tidak sedikit para ayah berfikir bahwa untuk urusan anak, ia serahkan kepada ibunya. Sebagian ayah berfikir bahwa biar dia yang mencari nafkah dan masalah tetek bengek anak biar ibunya yang mengurus. Ini kesalahan besar dalam pola pengasuhan anak.

Di sisi lain ada ayah yang terlalu dominan namun bersifat satu arah bahkan otoriter. Tidak ada yang keluar dari lisannya kecuali perintah, nasihat, dikte, bahkan kemarahan. Padahal di saat anak tidak nyaman dirumah, atau dia tidak nyaman saat ada ayahnya, maka bisa jadi pelariannya adalah mencari kenyamanan di luar atau mempengaruhi pengendalian emosinya. Dan jika sudah diluar besar kemungkinan baik buruk menjadi pertimbangan belakangan, yang penting nyaman baginya.

Menurut direktur Pusat Kajian Penerimaan dan Penolakan Orang Tua terhadap Anak dari Universitas Connecticut, Ronald P. Rohner, dalam beberapa kasus ketiadaan kasih sayang seorang ayah berperan besar dalam permasalahan kepribadian, psikologis, kenakalan dan pergaulan anak. Sedangkan, keberadaan kasih sayang ayah justru dapat meningkatkan kesehatan emosional dan fisik pada anak.

Sementara, penelitian yang dilakukan Universitas Negeri Michigan (MSU), menunjukkan bahwa kasih sayang ayah tidak hanya sekadar berperan dalam kehidupan anak tetapi suasana hati atau mood ayah juga dapat berpengaruh kepada anak.

Dalam survei yang dilakukan kepada 730 keluarga, ditemukan bahwa tingkat stres dan kesehatan mental dipengaruhi cara berinteraksi ayah dengan anaknya yang ujungnya berdampak pada tumbuh kembang anak.

Namun, temuan yang paling mengejutkan dari penelitian ini bahwa kesehatan mental ayah memberikan dampak jangka panjang yang secara langsung berpengaruh pada kemampuan sosial anak seperti dalam hal pengendalian diri dan kerjasama.

Jadi ayah, mari kita lebih intens belajar parenting.

Pentingnya Dialog Ayah-anak

Ketika anak-anak kita menelepon, kepada siapa ia paling banyak berdialog? Biasanya kepada ibunya. Sedang kepada sang ayah cukup jarang ditemui kecuali bagi orangtua yang sudah memahami pentingnya dialog ayah-anak.

Idealnya, jika mengetahui fungsinya, dialog dengan Ibu membawa ketenangan, sejuk, menentramkan. Sedang dialog dengan ayah itu mendatangkan keceriaan, optimisme, kekuatan, harapan, keyakinan, penanaman nilai, dan kepercayaan diri. Ternyata lebih banyak fungsi ayah dibanding ibu dalam pembentukan karakter anak.

Namun yang terjadi, sebagian ayah berlalu seperti orang bisu, tidak ada waktu untuk berdialog, bercanda dan bermain dengan anak-anaknya. Padahal dalam al-Qur’an dialog antara ayah dengan anaknya disebutkan sebanyak 14 kali. Sedangkan dialog ibu dan anaknya sebanyak 2 kali dan dialog dengan keduanya sebanyak sekali.

Ternyata Islam pun memberikan pelajaran. Bahwa untuk melahirkan generasi istimewa semestinya bisa memenuhi komposisi diatas.

Secara Psikologis, Anak Lebih Mendengar Ayahnya

Psikolog Pendidikan dan Anak, Universitas Negeri Makassar, Eva Meizara Puspita Dewi SPsi MSi menuturkan, secara psikologis, anak akan lebih mendengar pada ayahnya. Sehingga penanaman nilai dan keteladanan akan lebih kuat jika didapat dari ayah. Sedang kepada Ibu, karena kedekatan emosional, dalih anak akan lebih dominan

Ayah hanya perlu bersikap disiplin juga dengan memberi contoh pada anak, agar ketika ayah berbicara maka anak pun akan mendengarkan, “Kalau sama ibu karena seharian bersama, apalagi kalau ibunya selalu memberikan apa yang anaknya mau, akhirnya anak menjadi manja dan susah mendengar. Jika ayah yang menegur, maka anak akan segan melawan,” terangnya.

Jika tidak ada dialog anak-ayah, maka fungsi penanaman nilai yang menjadi guidance sang anak akan minim.

Apakah Dialog Ayah Hanya pada Anak Laki-laki?

Tidak demikian dalam konsep Islam dan parenting secara umum. Fungsi dialog ayah-anak yang memberi keceriaan, optimisme, kekuatan, harapan, keyakinan, penanaman nilai, dan kepercayaan diri itu juga berlaku bagi anak perempuan.

Ayah dan Putrinya

Islam mengambarkan bagaimana seorang ayah dalam mendidik anak perempuannya dalam kisah Nabi Zakaria ‘alaihissalam dan Ibunda Maryam.

Bagaimana kesuksesan Nabi Zakaria dalam mendidik dan membesarkan Maryam tergambar dari begitu intensifnya peran Nabi Zakaria dalam pendidikan anak-anaknya, hingga tatkala menjelang sakaratul maut pun, seorang ayah yang baik memastikan sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya dengan bertanya kepada mereka,

مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى

“Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (al-Baqarah 133).

Dan contoh yang paling utama yaitu bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mendidik Fatimah radhiallahu ‘anha, putrinya, yang banyak ditulis oleh ahli sejarah dan dikutip oleh ahli parenting Islam.

Atau beberapa ulama berikut yang memiliki putri dalam didikannya:\

Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak memenuhi gambaran sejarah Islam. Diantaranya adalah :

1. Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Syajarah al-Baghdadi (350H) Rahimahullah, senantiasa memantau pendidikan putrinya, Amat as-Salam (Ummu al-Fath, 390 H) di tengah kesibukannya sebagai hakim. Diriwayatkan oleh al-‘Atiqi, hafalan hadits Amat as-Salam bahkan selalu dicatat oleh sang ayah.

2. Syaikhul Islam Abu Abbas Ahmad bin Abdillah al-Maghribi al-Fasi (560 H) Rahimahullah juga tercatat mengajari putrinya 7 (tujuh) cara baca al-Qur’an, serta buku-buku hadits seperti Bukhari dan Muslim. Walaupun ada yang mengatakan bahwa beliau terlalu sibuk dengan dakwah sehingga tidak pernah punya waktu untuk putrinya, namun hal ini dibantah oleh Imam al-Dzahabi yang mengatakan bahwa sulit dipercaya jika ada ulama yang berperilaku seperti ini, sebab “perbuatan seperti ini merupakan keburukan yang bertentangan dengan ajaran Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam. Sang teladan bagi umat manusia ini biasa menggendong cucunya bahkan ketika sedang shalat.” dan masih banyak contoh lain.

Jadi ayah, mari kita sama-sama lebih intens dalam berdialog dengan putra-putri kita.

Anak Sudah di Pondok, Bagaimana Ngobrolnya?

Sebenarnya peran ayah dalam pola asuh itu, khususnya adanya dialog, dimulai sejak anak masih beberapa bulan dalam kandungan ketika fungsi pendengaran sudah ada. Dan efektif membentuk karakter saat masa-masa keemasan anak.

Lalu bagaimana jika dulu kita belum tahu dan sekarang anak sudah di pondok?

Tidak ada kata terlambat. Saat mudif, waktu liburan, dan saat menelepon bisa dioptimalkan untuk berdialog.

Bagaimana ngobrolnya?

Walau ada fungsi hirarki dalam hubungan antara anak dan ayahnya, namun dalam sebuah dialog, walau masih mempertahankan adab, sebenarnya fungsi hirarki itu hilang.

Menurut ahli parenting, anak akan merasa lebih nyaman ketika ketika dalam dialog, ayah memosisikan dirinya sebagai teman dengan derajat usia yang tidak begitu jauh atau minimal bukan seorang sosok dominan atau otoriter.

Yakinlah bahwa dialog yang sebentar dengan orangtua namun berkuaitas, apalagi ayah yang motivating dan exciting, akan sangat berpengaruh dengan mood dan semangat anak menghadapi aktifitasnya ke depan.

Kesimpulan

Sebenarnya, bisa jadi bukan hanya satu penyebab ketidakmampuan anak dalam mengendalikan emosinya, tetapi semua ahli psikologi dan parenting sepakat bahwa peran komunikasi atau dialog keluarga, orangtua, khususnya ayah sangat besar dalam kemampuan anak mengendalikan emosinya.

Interaksi yang sebentar saat liburan atau saat kunjungan orangtua ke pondok atau bahkan saat santri menelepon walau hanya hitungan menit, bisa berpengaruh besar dalam mood dan semangat santri dalam aktifitasnya di pondok.

Walau ini berlaku umum, tapi sebenarnya, disaat kita menitipkan anak ke Gontor, memiliki konsekuensi juga untuk kita agar terus menambah ilmu, baik ilmu agama dan juga parenting, agar matching antara pendidikan di pondok dan di rumah,. Juga tidak lupa menambah ibadah dan doa, karena disaat anak jauh maka sandaran terbaik untuk penjagaan anak-anak kita adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon matikan adblock Anda, karena untuk maintenance web ini kami hanya mendapat dari iklan