Kaligrafer Gontor yang Disegani di Indonesia
Sekilas tentang pelaku seni kaligrafi di Gontor

Mungkin jika dibandingkan dengan sekolah lain, mereka mungkin hanya ikut semacam kegiatan ekskul yang hanya diikuti secara sukarela dengan waktu yang merupakan sisa kegiatan utama. Tapi hasilnya … Masya Allah luar biasa!
Merekalah para Khotthot Gontor. Beberapa alumni yang menekuni ini memiliki nama dan keahlian yang sangat disegani di Indonesia.
Apa itu Khot (الخط العربي)
Secara bahasa khat berarti garis atau tulisan. Secara istilah khat dipakai sebagai seni menulis indah aksara Arab yang selama ini kita kenal sebagai kaligrafi. Sedangkan Khotthot adalah pelaku seninya yang biasanya disebut juga kaligrafer huruf arab
Kaligrafi klasik mengenal aturan-aturan yang telah menjadi baku dalam seni khot. Khat klasik ini tidak hanya berbicara tentang keindahan tulisan namun harus mengikuti kaidah tertentu Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah.
Sedang seni khat kontemporer banyak yang berusaha lepas dari aturan-aturan tersebut dan lebih banyak berfokus kepada keindahan tulisan tanpa perlu terikat kaidah-kaidah yang terlalu mengikat.
Pelajaran Khat di Gontor
Khat atau kaligrafi huruf Arab menjadi pelajaran wajib yang dipelajari dari kelas 1 hingga kelas 3 sepekan sekali dengan durasi satu jam pelajaran (lebih kurang 45 menit). Sedang kelas 4 tidak dipelajari lagi di kelas tapi masih masuk materi yang diujikan saat ujian awal dan ujian akhir.
Di kelas 5, khat tidak masuk pelajaran dan juga tidak diujikan
Di kelas 6, khat kembali diujikan dikarenakan saat kelas 6, seluruh materi pelajaran mulai dari kelas 1 hingga kelas 5 semuanya diujikan.

Khat yang dipelajari di kelas di Gontor adalah standar yang diberikan di banyak pesantren-pesantren di Indonesia yaitu khat klasik. Saat kelas 1 santri belajar menulis khat naskhi dengan media pulpen biasa dan kertas biasa. Penulisan hanya berupa huruf, belum berbentuk kata. Jenis khat ini sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki sedikit sudut.
“Ini supaya santri mempunyai gambaran baik untuk menulis huruf Arab yang seharusnya dan menjadi pengenalan dasar cara menulis bentuk huruf Arab, tapi belum masuk pelajaran yang terinci”, demikian Ustadz Muhammad Nur menjelaskan dalam sebuah wawancara di sebuah media nasional.

Saat kelas dua, santri sudah mulai menggunakan handam, yaitu alat tulis kayu yang dipotong dengan kaidah tertentu, namun masih menulis khat naskhi. Sedang media kertasnya, sebelumnya masih memakai kertas biasa sedang kini sudah menggunakan buku yang berbahan kertas licin (art paper).
Saat kelas 3 dipelajari khat riq’ah dengan handam khusus khat riq’ah (tingkat kemiringan yang berbeda).
“Tulisan cepat dengan huruf khat Riq’ah ini untuk mendukung belajar mereka selain untuk seni, sehingga diharapkan bisa diterapkan ketika mereka mencatat pelajaran yana materinya lebih banyak berbahasa Arab”, lanjut Ustadz Nur.
Kursus dan klub khat di Gontor
Di Gontor, untuk menyalurkan minat santri yang ingin lebih mendalami seni khot ini ada kursus khusus yang dibimbing oleh ustadz yang piawai dalam bidang itu. Wadah itu bernama Aklam. Narasumber walsantornews.com mengatakan saat itu Aklam dibina oleh Ustadz Muhammad Nur, (Alumni 2001), ustadz yang mendalami seni khat langsung dari master-master khot dunia yang ada di Mesir.
Belakangan didirikan juga Markaz Khat Darussalam, yang menempati dua ruangan di rayon Aligarh. Narasumber mengatakan perbedaan dari dua wadah ini yaitu jika Aklam adalah sejenis kursus yang lebih menitik beratkan pada seni keindahan, walau tetap juga mempelajari kaidah-kaidah penulisan.
Sedangkan Markaz Khat Darussalam merupakan wadah bagi santri yang ingin menpelajari khat dari awal secara lebih dalam dibanding di kelas dengan menekankan kaidah-kaidah khat yang baku.
Para Khatthot Gontor
Seni Kaligrafi atau Khat Gontor sudah menelurkan ahli-ahli kaligrafi yang sangat disegani di Indonesia bahkan bisa ke Mancanegara. Secara khusus, dari Aklam telah lahir tokoh-tokoh kaligrafi yang namanya sudah menjadi kualitas tersendiri dari seni menulis indah ini.

Diantaranya Ustadz Hadi Masruri, yang kini menjadi dosen di Universitas Negeri Malang. Beliau dikenal telah menulis banyak buku kaligrafi yang menjadi pegangan kaligrafer saat ini di Indonesia.
Ada juga Ustadz Ahmad Nuril Mahyidin yang keahliannya mengantarnya menjadi CEO sebuah brand tas Reptil dan Amphibi. Setiap karya Ustadz Mahyidin dibanderol bernilai 40juta rupiah sedangkan replikanya bernilai 5 juta hingga 17 juta Rupiah. Dan ia bisa menjual paling sedikit 5 karya per bulan.

Kemudian ada Ustadz Didin Sirojudin A.R. Bekal ilmu khat di Gontor menginspirasi membuat pesantren khusus kaligrafi di Sukabumi bernama Pesantren Kaligrafi Al Quran Lemka di Sukabumi tahun 1998. Pesantren Lemka ini didirikan bermula dari Laboratorium Lembaga Kaligrafi Al Quran di IAIN Syarif Hidayatullah yang ia didirikan tahun 1985. Hingga kini sudah melahirkan lebih dari 600 kaligrafer Nasional yang mendominasi setiap kompetisi kaligrafi nasional.

Pernah terjadi dalam sebuah kompetisi nasional, 90 orang dari 190 orang adalah alumni Lemka. Dan pernah juga terjadi dalam sebuah kompetisi, 18 orang dari finalis yang tersaring, 13 orang adalah alumni Pesantren Lemka ini. Masya Allah.
Sekilas tentang Aklam
Aklam didirikan sebagai wadah komunitas pencinta kaligrafi Arab yang menjadi solusi akan kehausan santri untuk mendalami khat, karena pelajaran di kelas hanya berupa pengenalan. Ustadz Nur mengatakan Aklam bisa menjadi tempat pengembangan bakat santri yang ingin mendalami khat.
Kini Aklam beranggota 230 orang dengan anggota inti 20 orang. Aklam menerapkan kursus selama satu jam setiap hari kecuali hari Kamis dan Jumat
Pada tahun 2004 Aklam pernah memiliki proyek penulisan mushaf Al Quran dengan ornamen tertentu. Penulisan saat itu terkendala dengan padatnya aktifitas anggota Aklam. Setiap kali ada Expo Muharram, hasil karya khotthot Gontor ini dipamerkan kepada santri dan walsan yang kebetulan berkunjung.
Aklam juga menjalin komunikasi dengan beberapa komunitas kaligrafi Al Quran di luar Pondok seperti Pesantren Kaligrafi Al Quran Lemka di Sukabumi, Sekolah Kaigrafi Al Quran di Denanyar Jombang, Pesantren Seni Kaligrafi Al Quran Al Funun Al Jamilah di Kudus Jawa Tengah.
Gontor Memberi Kunci
Beberapa kali Pimpinan Pondok seperti Kiai Hasan, Kiai Syukri atau Kiai Syamsul atau wakil-wakil pimpinan di pondok cabang atau Direktur KMI dan para assatidz mengatakan bahwa Gontor hanyalah memberikan kunci. Tidak menjadikan seseorang tiba-tiba menjadi ahli.
Dengan bekal kunci inilah maka sering ditemukan para alumni bergerak dan menjadi motor di banyak bidang dan banyak keahlian. Dan dengan bekal kunci ini, mereka insya Allah mampu menjadi profesional di bidangnya masing-masing.